NURJATINEWS.COM- BEKASI Di duga Praktik Pungutan Liar (Pungli) kembali menimbulkan keprihatinan dalam sektor pendidikan di Indonesia, terutama di tingkat dasar dan menengah. Salah satu contoh yang mencuat adalah biaya Bimbingan Belajar (Bimbel) yang diwajibkan kepada siswa kelas enam di SDN 05 Sukasari, Serang Baru, Kabupaten Bekasi.
Pungli ini diselenggarakan menjelang akhir tahun ajaran atau ujian akhir sekolah (UAS), yang seharusnya menjadi momen menegangkan bagi siswa dan orang tua.
Biaya bimbel mencapai Rp250.000 per bulan per siswa, menjadi beban ekonomi yang signifikan bagi orang tua, terutama di tengah kondisi perekonomian sulit akibat pandemi. Ironisnya, hasil dari bimbel ini tidak selalu sesuai harapan.
Bahkan beberapa siswa mengalami penurunan nilai setelah mengikutinya. Janji untuk memudahkan masuk ke SMP Negeri 05 Cikarang Selatan juga sering tidak terpenuhi, memaksa siswa dan orang tua untuk menghadapi proses pendaftaran secara mandiri.
Selain biaya tambahan yang tidak terduga, masalah administratif seperti Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) juga menghambat beberapa siswa untuk melanjutkan ke sekolah menengah. Meskipun telah lulus dari SDN 05 Sukasari,.
Beberapa siswa mengalami kendala karena Kartu Keluarga (KK) mereka masih tercatat di daerah lain, meskipun telah memiliki surat domisili dari RW setempat.
Peraturan yang seharusnya melindungi siswa dari praktik pungli, seperti Permendikbud No. 44 Tahun 2012, terkadang tidak ditegakkan secara efektif di lapangan. Hal ini memberi celah bagi oknum tertentu untuk memanfaatkan situasi ini demi keuntungan pribadi.
Kondisi ini menyerukan respons segera dan tindakan tegas dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Perlu adanya sinergi untuk melakukan sosialisasi yang lebih efektif tentang hak-hak dalam pendidikan, meningkatkan transparansi penggunaan anggaran di sekolah, serta menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggaran yang terjadi.
Pendidikan yang adil dan berkualitas adalah hak setiap anak bangsa. Oleh karena itu, memerangi pungli bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan. Diperlukan komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari praktik yang tidak etis dan tidak bermoral.
Sehingga setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi mereka tanta hambatan ekonomi atau administratif yang tidak perlu.dan konfirmasi kepsek SDN 05 bahwa nilai bimbel itu di sepakati orang tua/dan tidak ada sangkut paut guru guru mau pun komite sekolah, ujar kepsek nya, dan ironisnya gedung sekolah di pake untuk bimbel hari sabtu dan minggu, tapi kepsek nya mengijinkan kan untuk di pakai.
(Johanes)